Rabu, 24 Februari 2010

MELASTI


Dalam menyambut Tahun Baru Saka (Nyepi), umat Hindu biasanya melakukan upacara Melasti.
Makna apa yang terkandung dalam upacara melasti?

Dosen IHDN Denpasar I Ketut Wiana mengatakan dalam Lontar Sang Hyang Aji Swamandala disebutkan “Melasti ngarania ngiring prewatek Dewata, anganyutaken laraningjagat, papa kiesa, letuhing bhuwana” . Maksudnya, melasti meningkatkan bakti kepada para dewata manifestasi Tuhan, agar diberi kekuatan untuk menghanyutkan penderitaan masyarakat, menghilangkan papa klesa atau kekotoran diri dan kekotoran alam semesta. Sedangkan tujuan melasti seperti yang tersurat dalam Lontar Sundarigama adalah ngamet sarining amertha kamandalu ring telenging segara- mengambil sari-sari kehidupan yang disebut tirtha kamandalu (air sumber kehidupan) di tengah samudera (BaliPost, 21 Maret 2009)

Kata Wiana, “Ngiring prawatek dewata” dalam Lontar Sang Hyang Aji Swamandala itu mengandung makna bahwa ciri utama orang beragama adalah berbakti kepada Tuhan (Ida Sang Hyang Widi). Dalam konteks itu, umat diharapkan mampu menguatkan daya spiritual untuk menajamkan kecerdasan intelektual. Hal itu dijadikan dasar untuk menguatkan kepekaan emosional dan melahirkan kepedulian sosial. Anganyutaken laraning jagat artinya, dengan kuatnya srada dan bakti kepada. Tuhan, kepedulian sosial ümat bisa meningkat, Anganyutaken papa klesa maksudnya agar umat termotivasi untuk mengatasi lima kekotoran individu yang disebut panca klesa—awidya, asmita, raga, dwesa dan abhiniwesa. Sedangkan anganyutaken letuhing bhuwana maksudnya melalui ritual melasti umat diharapkan termotivasi untuk menghilangkan kebisaan buruk merusak sumber daya alam. Jika kebiasaan buruk ini terus dibiarkan, alam akan rusak (letuhing bhuwana) yang pada gilirannya manusia akan menderita. 

Ketua Parisada Bali Dr. IGN Sudiana mengatakan melasti berasal dari kata lasti. yang artinya menuju air. Dalam konteks prosesi melasti, umat bisa mendatangi segara (laut), danau dan campuan (pertemuan dua buah sungai).
Tujuannya, nunas tirta amertha dan menghanyutkan kekotoran dunia. Kata Sudiana yang dosen IHDN Denpasar, "melasti ngarania ngiring prewatekan pralingga Ida Batara ke telengin samudera angamet tirta amerta (tirta sanjiwani), anganyutaken laraning jagat, paklesa letuhing bhuwana”. Artinya, umat ngiring Ida Batara ke segara mengambil Tirta Amerta dan menghanyutkan segala penderitaan umat, segala sesuatu yang menyebabkan dunia atau alam semesta ini kotor. 

Lanjut Sudiana, secara simbolik sesungguhnya umat diingatkan untuk selalu membenahi diri supaya menjadi lebih baik, dengan menghilangkan atau menghanyutkan perilaku atau sifat-sifat buruk yang melekat dalam diri. Jadi, dalam konteks Panca Bali Krama, umat diingatkan melakukan introspeksi diri misalnya, selama kurun waktu setahun ke belakang, sudahkah ada perbaikan-perbaikan dalam diri? Demikian pula selama kurun waktu itu, sudähkan umat menjaga atau memperlakukan alam semesta ini dengan baik? Melalui introspeksi seperti itu diharapkan ke depan muncul perbaikan-perbaikan perilaku, sehingga terjadi keharmonisan. Pun, melalui upacara pamahayu jagat ini diharapkan keharmonisan alam beserta isinya tetap terjaga.

Dari penjelasan tersebut dapat diisimpulkan bahwa Upacara Melasti adalah suatu proses pembersihan lahir bathin manusia dan alam, dengan jalan menghayutkan segala kotoran menggunakan air kehidupan. Oleh karena itu prosesi sembahyang dilakukan di sumber-sumber air. Dilaksanakan selambat-lambatnya menjelang sore. Upacara ini juga bertujuan memohon kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa agar Umat Hindhu diberi kekuatan dalam melaksanakan rangkaian Hari Raya Nyepi.

Prosesi diawali dengan iring-iringan jempana dan sesaji diusung ke tepi pantai hingga kaki para pengusung menyentuh air laut. Selanjutnya berbagai sesaji tersebut diletakkan di meja yang telah disiapkan. Di hadapan umat Hindhu, Ida Begawan didampingi para "wasi" dan para "sutri" memimpin pemujaan dengan membaca mantra (doa), sementara umat dengan khidmat dan hening mengikuti persembahyangan tersebut.

Usai pemujaan dilanjutkan dengan ritual Nunas Tirta Ring, pemuka umat Hindhu berjalan ke tepi pantai untuk mengambil air laut yang digunakan sebagai salah satu sarana persembahyangan. Pemuka umat Hindhu kemudian memasukkan air laut tersebut ke dalam gentong yang sebelumnya juga telah diisi air dari berbagai sumber atau dalam istilah Hindhu disebut Tirta Amarta. Ritual ini merupakan simbolisasi dari penyucian diri bagi umat Hindhu agar diberi kekuatan lahir dan bathin oleh Sang Hyang Widhi dalam menunaikan tapa brata di Hari Nyepi mendatang.

Prosesi dilanjutkan dengan pembacaan doa dan pemujaan kepada Sang Hyang Widhi Wasa, secara berurutan rangkaian ritual ini yakni Natab Banten Biyekaon, durmanggala dan prayastita. Dilanjutkan ritual sembahyang dengan urutan yakni Puja Trisandya, Kramaning Sembah, Meditasi dengan hening membaca doa Angamet Sarining Bhuwana, dilanjutkan Nunas Tirta Amarta yakni para pemuka agama memberikan air suci kepada para umat. Rangkaian doa dan sembahyang diakhiri dengan ritual Parama Santi.
Sebelum upacara ritual berakhir, berbagai macam sesaji dilabuh di  laut,sungai atau danau. Seluruh umat Hindhu yang hadir diharuskan agar anggota badannya terkenai air laut sebagai simbolisasi penghayutan segala kekotoran. Selain itu, Upacara Melasti merupakan kegiatan keagamaan dan sarat dengan nilai budaya.Dengan segala rangkaian upacara dan pernak-perniknya, upacara ini dapat menjadi salah satu daya tarik wisata. 


Referensi : Bali Post, www.bantulbiz.com

1 komentar:

  1. mmmm...
    masukan baru nhe.
    alnya dari SD tau nya kalo melasti ntu cuman buat menyucikan buana agung dan buana alit (titik).
    gitu kata ibu guru agama dulu hehehe...
    ...
    ehem,
    nice blog ta ;)
    mudah2an saya jadi orang pertama yang memerawani komentar di blog anyar ini :D
    ...
    sangat ditunggu ulasan dan foto2 berikutnya!

    BalasHapus